Selasa, 23 Agustus 2016

[True Story] KISAH KAKANWIL PAJAK DAN MIMBAR MASJID SHOLAHUDDIN


Khusnul Khotimah. Inilah nama yang diinginkan oleh Almarhum Bapak Surjotamtamo Soedirdjo, Kakanwil DJP Jabagteng II untuk menamai Masjid di komplek gedung baru Kanwil di Ringroad Utara Jogja tahun 2007 lalu. Kami tak tahu pasti apa maksud beliau menginginkan nama tersebut. Mungkin beliau yang sudah berusia senja waktu itu suasana kebatinannya adalah tentang akhir hidup yang baik atau khusnul khotimah. Sedang dari jama’ah masjid sendiri mengusulkan nama Nurul Iman yang artinya Cahaya Iman. Namun kemudian kedua nama tersebut tidak terpilih. Masjid itu kemudian pada akhirnya diresmikan dengan nama: Masjid Sholahuddin.

Ada satu barang peninggalan Almarhum Bapak Surjotamtomo disitu, yaitu sebuah mimbar dari kayu jati yang dulu dipesan dari Klaten. Di mimbar tersebut tertulis kaligrafi “Wasjud Waqtarib”, sebuah potongan dari ayat Al Qur’an surat Al Alaq ayat 19 yang artinya: “Dan Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”.

Melihat mimbar yang sampai saat ini masih berdiri kokoh di Masjid Sholahuddin Kanwil DJP DIY ini, kami teringat pada sebuah ayat yang lain, surat Yassiin ayat 12:
“Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan atsar (bekas-bekas) yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).”

Di pengadilan Allah, di Yaumul Hisab, semua catatan amal perbuatan manusia dihadirkan di persidangan tersebut.  Selain itu, dihadirkan pula barang bukti, barang bukti yaitu atsar atau bekas-bekas amal perbuatan manusia waktu di dunia. InsyaAllah mimbar Masjid Sholahuddin itu nanti akan menjadi salah satu barang bukti yang dihadirkan dalam penghisaban Almarhum Pak Suryo. Dan ini adalah hal yang sangat mudah bagi Allah tuk menghadirkan kembali mimbar tersebut. Alhamdulillah, dari dahulu hingga saat ini dan kedepan akan terus digunakan untuk menyampaikan berbagai nasihat kebaikan. Semoga pahala jariyah terus mengalir kepada beliau.

Mas Ikhsan Pujianto, marbot Masjid Sholahuddin mempunyai kenangan unik dengan Almarhum Bapak Surjotamtomo. Pada suatu sholat jum’at di Masjid Sholahuddin, Pak Suryo di shof paling depan. Mas Ikhsan yang jadi muadzin duduk disamping beliau. Setelah adzan dikumandangkan, maka khotib pun memulai khutbahnya. Pada waktu masih berlangsung khutbah, Pak Suryo mengajukan beberapa pertanyaan ke Mas Ikhsan yang duduk disampingnya. Mas Ikhsan pun cuma diam karena mengilmui bahwa selama khutbah jum’at berlangsung maka jama’ah dilarang berbicara.

Setelah sholat jum’at selesai maka Mas Ikhsan pun dengan lemah lembut menyampaikan permintaan maafnya kepada Pak Suryo dan menjelaskan dengan lembut pula tentang larangan berbicara waktu adanya khutbah jum’at. Dan semenjak itu pun Pak Suryo bertambah satu ilmu, dan beliau pun mengamalkanya.

Ada satu kisah lagi dari Mas Ikhsan, marbot masjid Sholahuddin yang bercita-cita naik haji ini – dan kami kok yakin beliau suatu saat akan mencapai cita-cita tersebut.  Ini kisah tentang Kakanwil DJP DIY pengganti Pak Suryo, yaitu Bapak Djangkung Sudjarwadi yang namanya tertulis di prasasti peresmian perluasan Masjid Sholahuddin tahun 2009. Rutin, setiap selesai sholat jum’at maka Mas Ikhsan menghitung uang di kotak infaq. Mas Ikhsan memperhatikan bahwa sering ada uang 1 lembar Seratus Ribu, Cuma 1 lembar saja diantara lembaran uang lainnya yang dalam pecahan seribu, lima ribu ataupun sepuluh ribu. Kemudian beliau pun memperhatikan lagi bahwa bila ada 1 lembar uang seratus ribu di kotak infaq jumat pada hari jumat itu, maka pas berbarengan dengan adanya Pak Jangkung menjadi jamaah sholat jumat di Masjid Sholahuddin. Dan bila Pak Jangkung berhalangan Sholat Jumat di Masjid Sholahuddin karena ada tugas luar kantor, maka Mas Ikhsan tak menemukan uang seratus ribu di kotak infaq jumat.

Sebaik-baik tempat di muka bumi, tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid. Ya, Masjid ! Bukan hotel mewah, pantai indah ataupun mall megah. Rasulullah Saw bersabda, ”Tempat paling dicintai Allah di negeri-negeri adalah masjid-masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah di negeri-negeri adalah pasar-pasarnya” (HR. Muslim). Mari kita mencintai tempat yang Allah pun mencintainya. Dengan kehadiran kita dalam sholat jama'ahnya, dengan infaq terbaik kita, dengan apapun yang kita bisa sebagaimana seorang yang melakukan apa saja untuk yang dicintainya.

Masjid Sholahuddin, Masjid di tempat kerja kita, semoga nanti di Yaumul Hisab menjadi barang bukti kita.

Sleman, 11 Ramadhan 1437 H
Surono (Sekretaris DKM Sholahuddin Kanwil DJP DIY)
Follow @masjidpajak

Artikel Terkait

[True Story] KISAH KAKANWIL PAJAK DAN MIMBAR MASJID SHOLAHUDDIN
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email